“Ilmu itu terbagi dua, yaitu ilmu hati (yang sampai ke hati) dan ilmu lisan (hanya di lisan). Ilmu hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu lisan adalah tercela.” Demikian ucapan Al Hasan Al Bashri dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam buku Al Iman halaman 21.
Orang-orang munafik terkadang membaca Al Qur’an, memahami, dan membenarkan bahwa ia adalah Kalamullah. Mereka mengakui bahwa yang dibawa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah Al Haq, tetapi mereka tidak mengimaninya. Orang-orang yahudi dan nashrani mengenal Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam seperti mengenal anak-anak mereka sendiri tetapi mereka bukan orang-orang Mukmin. Contoh lain adalah iblis dan fir’aun la’natullah ‘alaihima, keduanya mengakui wujud (keberadaan) Allah dan para Nabi tetapi belum disebut Mukmin. Mereka semua tidak mencapai ilmu dan ma’rifat secara sempurna karena belum mengamalkan pengetahuan atau ilmu yang diperoleh. Orang yang tidak mengamalkan ilmu yang dimilikinya disebut jahil. (Al Iman halaman 22)
Ibnu Qudamah rahimahullah menyebut ilmu yang tidak bermanfaat sebagai sumber akhlak tercela. Beliau mencontohkan ilmu yang tidak bermanfaat adalah berdebat. Pada umumnya tujuan berdebat adalah untuk menampilkan kepandaian berbicara, menjatuhkan kehormatan lawan debat atau pihak yang terlibat dalam perdebatan itu, atau semata untuk mendapat pujian. (Minhajul Qasidin halaman 18, cetakan Muassasah Al Kutub, Ats Tsaqafah, 1987)
Oleh sebab itu, kita diperintahkan untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ilmu yang bermanfaat. Di antara doanya adalah :
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima (di sisi-Mu).” (HR. Ibnu Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah nomor 54 dan Ibnu Majah nomor 935. Hadits ini dihasankan oleh Abdul Qadir dan Syu’aib Al Arnauth dalam Tahqiq Zadul Ma’ad juz 3/385)
Doa ini dianjurkan dibaca pada pagi hari setelah shalat shubuh. (Lihat Hishnul Muslim halaman 67)
Pada hadits lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengucapkan doa :
“Ya Allah, berilah manfaat dengan apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku dan ajarkanlah apa yang bermanfaat untukku. Tambahkanlah aku ilmu. Segala puji bagi Allah pada semua keadaan. Aku berlindung kepada Allah dari adzab neraka.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Lihat Sunan Tirmidzi nomor 49 dalam Kitab Da’wat dan Nasai dalam Sunan-nya nomor 3833 dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Misykah nomor 2493, tanpa lafadh “alhamdulillah ‘alaa kulli haal … .”)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengancam keras dengan neraka kepada orang yang mempelajari ilmu agama untuk berbangga-bangga.
“Barangsiapa menuntut ilmu agama untuk berbangga-bangga di hadapan para Ahli Ilmu atau mengelabuhi orang-orang bodoh atau agar mendapatkan perhatian khalayak, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Tirmidzi dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykah nomor 233-235 dan At Ta’liq At Targhib nomor 68 juz 1)
Jadi, ilmu agama hanyalah digunakan untuk kebaikan dunia dan akhirat. Ilmu ini akan menuntun kehidupan ke jalan yang lurus. Jalan lurus (shirathal mustaqim) akan mengantarkan seseorang ke Jannah (Surga) dan menjauhkannya dari neraka.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat dan terus menambahkan ilmu tersebut kepada kita sebagaimana Dia telah menganugerahkannya kepada Nabi dan Qudwah kita Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Maraji’ :
1. Al Iman, Ibnu Taimiyyah.
2. Al Adzkar, Imam Nawawi, tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth.
3. Minhajul Qasidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisi.
4. Sunan Tirmidzi, Al Imam At Tirmidzi.
5. Sunan Ibnu Majah, Al Imam Ibnu Majah.
6. Ta’liq Misykatul Mashabih, Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani.
0 komentar:
Posting Komentar